Rabu, 20 Oktober 2010

Bahasa Indonesia

BAB I
RAGAM BAHASA

Kompetensi Dasar
Pada akhir perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa dapat
a. menjelaskan fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan;
b. menjelaskan ragam bahasa keilmuan;
c. memperbaiki sikap dan pemakaian bahasa Indonesia dalam bahasa tulis.

1.1 Pendahuluan
Pada umumnya kita dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia baik lisan maupun tulis. Dalam berdialog, membaca buku, mungkin Anda tidak mengalami kesulitan dalam memahami dialog atau bacaan tersebut. Akan tetapi, tingkat kemampuan Anda berbeda baik dalam pemakaian dan penggunaan bahasa Indonesia dalam bahasa tulis.
Pekerjaan atau jabatan yang akan dipangku oleh Anda sesudah menamatkan studi, jelas menuntut penguasaan bahasa Indonesia dengan baik. Anda, sebagai calon pemegang pekerjaan pada berbagai perusahaan atau instansi, harus memiliki penguasaan bahasa Indonesia yang memadai. Di samping itu, Anda sebagai mahasiswa dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam tulisan. Mata kuliah Bahasa Indonesia sangat diperlukan agar Anda dapat menuangkan gagasan dengan baik dan memiliki tingkat penguasaan yang memadai, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pekerjaan atau jabatan yang dipangkunya kelak setelah menamatkan studi.

1.2 Aspek-aspek Penguasaan Bahasa
Kemampuan berbahasa Indonesia sangat diperlukan agar kita dapat memahami tuturan lawan berbicara atau isi buku yang ditulis dalam bahasa yang bersangkutan. Kita dapat berbicara atau menulis dalam bahasa Indonesia, bila kita menguasai bahasa tersebut dengan baik.
Kemampuan bahasa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kemampuan memahami pembicaraan atau tulisan orang lain dan kemampuan menggunakan bahasa dalam berbicara atau menulis. Kemampuan memahami pembicaraan orang lain disebut penguasaan reseptif, sedangkan kemampuan berbicara dan menulis disebut penguasaan produktif. Dengan demikian, kemampuan berbahasa meliputi kemampuan a) mendengarkan, b) membaca, c) berbicara, dan d) menulis.
Pada dasarnya, kemampuan reseptif seseorang lebih tinggi daripada kemampuan produktif. Berbicara dalam arti berpidato, memberikan sambutan, presentasi, atau memberikan penyuluhan dalam pertemuan resmi, memerlukan penguasaan bahasa yang cukup tinggi, begitu pula menulis dalam arti mengungkapkan ide-ide dalam suatu laporan.
Penguasaan bahasa Indonesia secara produktif lebih ditekankan. Hal ini disebabkan penguasaan bahasa Indonesia secara produktif tulis tersebut erat kaitannya dengan penguasaan produktif lisan, maka penguasaan produktif tulis perlu lebih banyak mendapat perhatian baik dalam penyusunan laporan maupun dalam pelaksanaan tugaskelak bila Anda bekerja.
1.3 Fungsi Bahasa Indonesia
Sejak dikumandangkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, resmilah bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu bangsa, atau alat perhubungan antardaerah dan budaya.
Selain berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional, dan alat pengembangan kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Widjono Hs (2005:11-18) menyebutkan bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana berikut, yaitu sarana komunikasi, integrasi dan adaptasi, kontrol sosial, memahami diri, ekspresi diri, mmahami orang lain, mengamati lingkungan sekitar, berpikir logis, sarana membangun kecerdasan, membangun karakter, mengembangkan profesi, dan menciptakan kreativitas .

1.4 Ragam Bahasa
Ragam bahasa Indonesia tim bul dikarenakan perbedaan ”tujuan dan hal” yang disampaikan. Gagasan yang disampaikan dalam surat, makalah, koran, laporan, pidato, atau karya sastra, menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Pada dasarnya, ragam bahasa dibedakan berdasarkan media dan berdasarkan pesan komunikasi. Berdasarkan media, ragam bahasa Indonesia terdiri dari ragam bahasa lisan dan tulis, sedangkan bila ditinjau dari pesan komunikasi ragam bahasa Indonesia dibedakan menjadi ragam bahasa ilmiah, jurnalistik, jabatan , dan sastra.

1.4.1 Ragam Bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan digunakan dalam berpidato, berdiskusi, atau berkomunikasi lewat telepon. Dalam kegiatan tersebut penutur bahasa menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kebutuhan dan situasi. Dalam bahasa lisan sering digunakan kosa kata tidak baku, cenderung tidak menggunakan imbuhan, atau struktur kalimat yang tidak lengkap terutama dalam bahasa lisan seperti dalam pentas seni, ular-ular, atau rapat akbar. Akan tetapi, bahasa lisan dalam seminar, rapat kerja, atau kongres cenderung menaati kaidah bahasa Indonesia yang berlaku karena peserta mempunyai kemampuan berbahasa yang tidak jauh berbeda.

1.4.2 Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa ini lebih menekankan penggunaan kaidah bahasa secara cermat dalam tulisan, seperti surat, artikel, laporan, makalah, atau laporan kegiatan. Dalam tulisan tersebut disarankan menggunakan kosa kata baku, bentuk kata berimbuhan, struktur kalimat lengkap, dan paragraf saling berhubungan.
Ragam bahasa tulis disampaikan dalam situasi resmi untuk keperluan ilmiah (keilmuan) sehingga bahasa Indonesia itu harus memenuhi kriteria berikut.
a. Logis, artinya penggunaan bahasa mencerminkan penalaran sesuai dengan kondisi sebenarnya.
b. Lugas, artinya penggunaan bahasa disesuaikan dengan bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
c. Bermakna tunggal, artinya bahasa yang digunakan tidak menimbulkan persepsi berbeda-beda.
d. Denotatif, artinya kosa kata yang digunakan mempunyai makna sebenarnya sesuai dengan konteks kalimat.
e. Baku, artinya penggunaan bahasa secara cermat sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku dan kelaziman.
f. Konsisten, artinya penggunaan kosa kata atau istilah secara ajeg pada kata yang memiliki makna yang sama.
g. Runtun, artinya bahasa yang diungkapkan sistematis.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional menghimbau agar kita berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Berbahasa Indonesia dengan baik (efektif) artinya berbahasa Indonesia sesuai dengan situasi pemakaiannya. Dalam situasi resmi, kita menggunakan bahasa Indonesia baku, sedangkan situasi santai kita menggunakan bahasa Indonesia tak baku. Penggunaan bahasa Indonesia dengan benar (efisien) berarti penggunaan bahasa Indonesia mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Jadi, penggunaan bahasa Indonesia yang baik berkaitan dengan situasi pemakaian, sedangkan bahasa Indonesia yang benar berkaitan dengan kaidah bahasa.
Fungsi bahasa Indonesia baku dipergunakan
a. dalam wacana tulis, seperti laporan atau tugas akhir,
b. sebagai alat komunikasi resmi, seperti pengumuman, surat-surat resmi, atau undang¬-undang,
c. dalam pembicaraan yang bersifat keilmuan, seperti ceramah, diskusi, atau pelatihan, atau
d. dalam pembicaraan dengan orang-orang yang dihormati seperti atasan atau orang¬orang yang belum dikenal.
Bahasa Indonesia baku mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku seperti berikut.
a. Tertib penulisannya mengikuti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)
b. Tertib pembentukan istilah berpedoman pada Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI).
c. Kosa kata yang tidak digunakan dipengaruhi oleh bentuk kosa kata daerah/dialek. Sebagai acuan dapat digunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
d. Kalimat mengikuti struktur kalimat efektif sesuai dengan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
e. Lafal yang relatif bebas diwarnai oleh lafal daerah atau dialek setempat.

1.5 Rangkuman
Kemampuan berbahasa terdiri dari mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sangat diperlukan dalam penyusunan formulir, surat, artikel, makalah, laporan atau pertemuan resmi, seperti seminar, lokakarya, penyuluhan, atau ceramah. Dengan demikian, bahasa Indonesia yang digunakan dalam tulisan atau kegiatan ilmiah tersebut harus mengikuti kaidah bahasa baku.
Penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sebagai perwujudan fungsi bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.

1.5 Perlatihan
Kerjakan soal berikut ini dengan cermat!
1. Wacana terlampir termasuk ragam bahasa Indonesia apa? Berilah alasan Saudara!
2. Perbaikilah wacana tersebut ke dalam bahasa Indonesia yang benar!


























.









BAB I
RAGAM BAHASA

Kompetensi Dasar
Pada akhir perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa dapat
d. menjelaskan fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan;
e. menjelaskan ragam bahasa keilmuan;
f. memperbaiki sikap dan pemakaian bahasa Indonesia dalam bahasa tulis.

1.1 Pendahuluan
Pada umumnya kita dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia baik lisan maupun tulis. Dalam berdialog, membaca buku, mungkin Anda tidak mengalami kesulitan dalam memahami dialog atau bacaan tersebut. Akan tetapi, tingkat kemampuan Anda berbeda baik dalam pemakaian dan penggunaan bahasa Indonesia dalam bahasa tulis.
Pekerjaan atau jabatan yang akan dipangku oleh Anda sesudah menamatkan studi, jelas menuntut penguasaan bahasa Indonesia dengan baik. Anda, sebagai calon pemegang pekerjaan pada berbagai perusahaan atau instansi, harus memiliki penguasaan bahasa Indonesia yang memadai. Di samping itu, Anda sebagai mahasiswa dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam tulisan. Mata kuliah Bahasa Indonesia sangat diperlukan agar Anda dapat menuangkan gagasan dengan baik dan memiliki tingkat penguasaan yang memadai, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pekerjaan atau jabatan yang dipangkunya kelak setelah menamatkan studi.

1.2 Aspek-aspek Penguasaan Bahasa
Kemampuan berbahasa Indonesia sangat diperlukan agar kita dapat memahami tuturan lawan berbicara atau isi buku yang ditulis dalam bahasa yang bersangkutan. Kita dapat berbicara atau menulis dalam bahasa Indonesia, bila kita menguasai bahasa tersebut dengan baik.
Kemampuan bahasa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kemampuan memahami pembicaraan atau tulisan orang lain dan kemampuan menggunakan bahasa dalam berbicara atau menulis. Kemampuan memahami pembicaraan orang lain disebut penguasaan reseptif, sedangkan kemampuan berbicara dan menulis disebut penguasaan produktif. Dengan demikian, kemampuan berbahasa meliputi kemampuan a) mendengarkan, b) membaca, c) berbicara, dan d) menulis.
Pada dasarnya, kemampuan reseptif seseorang lebih tinggi daripada kemampuan produktif. Berbicara dalam arti berpidato, memberikan sambutan, presentasi, atau memberikan penyuluhan dalam pertemuan resmi, memerlukan penguasaan bahasa yang cukup tinggi, begitu pula menulis dalam arti mengungkapkan ide-ide dalam suatu laporan.
Penguasaan bahasa Indonesia secara produktif lebih ditekankan. Hal ini disebabkan penguasaan bahasa Indonesia secara produktif tulis tersebut erat kaitannya dengan penguasaan produktif lisan, maka penguasaan produktif tulis perlu lebih banyak mendapat perhatian baik dalam penyusunan laporan maupun dalam pelaksanaan tugaskelak bila Anda bekerja.
1.3 Fungsi Bahasa Indonesia
Sejak dikumandangkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, resmilah bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu bangsa, atau alat perhubungan antardaerah dan budaya.
Selain berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional, dan alat pengembangan kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Widjono Hs (2005:11-18) menyebutkan bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana berikut, yaitu sarana komunikasi, integrasi dan adaptasi, kontrol sosial, memahami diri, ekspresi diri, mmahami orang lain, mengamati lingkungan sekitar, berpikir logis, sarana membangun kecerdasan, membangun karakter, mengembangkan profesi, dan menciptakan kreativitas .

1.4 Ragam Bahasa
Ragam bahasa Indonesia tim bul dikarenakan perbedaan ”tujuan dan hal” yang disampaikan. Gagasan yang disampaikan dalam surat, makalah, koran, laporan, pidato, atau karya sastra, menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Pada dasarnya, ragam bahasa dibedakan berdasarkan media dan berdasarkan pesan komunikasi. Berdasarkan media, ragam bahasa Indonesia terdiri dari ragam bahasa lisan dan tulis, sedangkan bila ditinjau dari pesan komunikasi ragam bahasa Indonesia dibedakan menjadi ragam bahasa ilmiah, jurnalistik, jabatan , dan sastra.

1.5.1 Ragam Bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan digunakan dalam berpidato, berdiskusi, atau berkomunikasi lewat telepon. Dalam kegiatan tersebut penutur bahasa menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kebutuhan dan situasi. Dalam bahasa lisan sering digunakan kosa kata tidak baku, cenderung tidak menggunakan imbuhan, atau struktur kalimat yang tidak lengkap terutama dalam bahasa lisan seperti dalam pentas seni, ular-ular, atau rapat akbar. Akan tetapi, bahasa lisan dalam seminar, rapat kerja, atau kongres cenderung menaati kaidah bahasa Indonesia yang berlaku karena peserta mempunyai kemampuan berbahasa yang tidak jauh berbeda.

1.4.2 Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa ini lebih menekankan penggunaan kaidah bahasa secara cermat dalam tulisan, seperti surat, artikel, laporan, makalah, atau laporan kegiatan. Dalam tulisan tersebut disarankan menggunakan kosa kata baku, bentuk kata berimbuhan, struktur kalimat lengkap, dan paragraf saling berhubungan.
Ragam bahasa tulis disampaikan dalam situasi resmi untuk keperluan ilmiah (keilmuan) sehingga bahasa Indonesia itu harus memenuhi kriteria berikut.
h. Logis, artinya penggunaan bahasa mencerminkan penalaran sesuai dengan kondisi sebenarnya.
i. Lugas, artinya penggunaan bahasa disesuaikan dengan bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
j. Bermakna tunggal, artinya bahasa yang digunakan tidak menimbulkan persepsi berbeda-beda.
k. Denotatif, artinya kosa kata yang digunakan mempunyai makna sebenarnya sesuai dengan konteks kalimat.
l. Baku, artinya penggunaan bahasa secara cermat sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku dan kelaziman.
m. Konsisten, artinya penggunaan kosa kata atau istilah secara ajeg pada kata yang memiliki makna yang sama.
n. Runtun, artinya bahasa yang diungkapkan sistematis.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional menghimbau agar kita berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Berbahasa Indonesia dengan baik (efektif) artinya berbahasa Indonesia sesuai dengan situasi pemakaiannya. Dalam situasi resmi, kita menggunakan bahasa Indonesia baku, sedangkan situasi santai kita menggunakan bahasa Indonesia tak baku. Penggunaan bahasa Indonesia dengan benar (efisien) berarti penggunaan bahasa Indonesia mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Jadi, penggunaan bahasa Indonesia yang baik berkaitan dengan situasi pemakaian, sedangkan bahasa Indonesia yang benar berkaitan dengan kaidah bahasa.
Fungsi bahasa Indonesia baku dipergunakan
e. dalam wacana tulis, seperti laporan atau tugas akhir,
f. sebagai alat komunikasi resmi, seperti pengumuman, surat-surat resmi, atau undang¬-undang,
g. dalam pembicaraan yang bersifat keilmuan, seperti ceramah, diskusi, atau pelatihan, atau
h. dalam pembicaraan dengan orang-orang yang dihormati seperti atasan atau orang¬orang yang belum dikenal.
Bahasa Indonesia baku mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku seperti berikut.
f. Tertib penulisannya mengikuti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)
g. Tertib pembentukan istilah berpedoman pada Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI).
h. Kosa kata yang tidak digunakan dipengaruhi oleh bentuk kosa kata daerah/dialek. Sebagai acuan dapat digunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
i. Kalimat mengikuti struktur kalimat efektif sesuai dengan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
j. Lafal yang relatif bebas diwarnai oleh lafal daerah atau dialek setempat.

1.5 Rangkuman
Kemampuan berbahasa terdiri dari mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sangat diperlukan dalam penyusunan formulir, surat, artikel, makalah, laporan atau pertemuan resmi, seperti seminar, lokakarya, penyuluhan, atau ceramah. Dengan demikian, bahasa Indonesia yang digunakan dalam tulisan atau kegiatan ilmiah tersebut harus mengikuti kaidah bahasa baku.
Penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sebagai perwujudan fungsi bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.

1.6 Perlatihan
Kerjakan soal berikut ini dengan cermat!
3. Wacana terlampir termasuk ragam bahasa Indonesia apa? Berilah alasan Saudara!
4. Perbaikilah wacana tersebut ke dalam bahasa Indonesia yang benar!


























.









BAB 3.
MEMBACA KRITIS

Kompetensi Dasar
Pada akhir perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa dapat
g. menjelaskan membaca kritis untuk tulisan;

3.1 Pendahuluan
Membaca kritis dimaksudkan untuk mendapatkan informasi atau gagasan yang terdapat dalam tulisan. Hasil membaca kritis ini disajikan lisan maupun tertulis. Penyajian lisan disampaikan dalam forum resmi, seperti disktusi, pelatihan, atau penyluhan. Penyajian tertulisn diuangkapkan dalam bentuk kutipan, rangkuman, atau gagasan pokok. Membaca kritis dilakukan secara efektif.

3.2 Membaca Kritis
Kegiatan membaca kritis untuk menulis adalah kegiatan membaca untuk mendapatkan informasi yang relevan dan diperlukan untuk tulisan yang dikembangkan. Dengan demikian, kita selalu berpikir skeptis, bertanya terus, dan berusaha mencari bukti untuk menguji kebenaran informasi. Berdasarkan ragamnya, membaca kritis bertujuan untuk mencari topik, informasi khusus, dan informasi rinci.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca kritis tulisan ilmiah (seperti makalah, tugas akhir, atau hasil penelitian) adalah
a. mengenali tesis (pernyataan masalah);
b. meringkas butir-butir penting;
c. menyitir konsep-konsep penting;
d. menentukan bagian yang dikutip;
e. menentukan implikasi dari sumber yang dikutip;
f. menentukan posisi penulis sebagai pengutip.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca kritis buku ilmiah (seperti buku atau modul) adalah memanfaatkan indeks untuk menemukan konsep penting, menemukan konsep-konsep penting untuk bahan menulis, menemukan dan menandai bagian-bagian buku yang dikutip, menentukan implikasi dari sumber yang dikutip, dan menentukan posisi penulis sebagai pengutip.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca kritis tulisan populer (seperti koran atau majalah)adalah mengenali persoalan utama atau isu yang dibahas, menemukan signifikansi atau relevansi isu dengan tulisan yang akan dihasilkan, memanfaatkan isu tulisan populer untuk bahan atau inspirasi dalam menulis, dan membedakan isi tulisan populer dan ilmiah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca kritis bahan-bahan yang tersaji dalam internet untuk menulis adalah kiat praktis untuk menemukan bahan-bahan dalam jaringan internet, memilih dan mengevaluasi bahan-bahan dalam jaringan internet, menemukan isi atau gagasan penting dalam bahan-bahan yang tersedia, dan memanfaatkan kritis bahan-bahan dalam jaringan internet.
Proses membaca kritis dapat dilakukan dengan langkah berikut.
a. mengerti isi bacaan, artinya mengerti benmar ide pokoknya, mengetahui fakta dan detail pentingnya, dan dapat membuat simpulan dan interpretasi dari ide-ide itu;
b. menguji sumber penulis, misalnya apakah dapat dipercaya atau kompeten?
c. membandingkan gagasan penulis dan pembaca;
d. menerima atau menolak.
Jadi, jangan berkesimpulan bahwa sesuatu yang tercetak itu benar, mesti lengkap, dan dapat dipercaya. Sebagai pembaca yang baik, Anda dapat memberikan penilaian untuk diri sendiri (dalam bentuk interpretasi) dengan syarat terbuka terhadap gagasan orang lain.

3.3 Penyajian Lisan
Penyajian lisan berkaitan dengan dengan kegiatan pidato. Pidato adalah suatu gagasan yang disampaikan secara lisan dalam acara tertentu. Berpidato adalah kegiatan menyampaikan gagasan secara lisan dengan menggunakan penalaran yang tepat serta memanfaatkan aspek-aspek nonkebahasan yang mendukung efisiensi dan efektivitas pengungkapan gagasan kepada orang banyak dalam suatu acara tertentu. Berpidato bisa dilakukan dalam acara seminar, lokakarya, rapat, peresmian (misalnya peresmian gedung), peringatan (misalnya Sumpah Pemuda), dan sebagainya.

3.3.1 Jenis Penyajian Lisan
Penyajian lisan dilakukan dengan beberapa cara berikut.
a. Metode serta merta (impromptu)
Penyajian lisan dilakukan oleh seseorang secara serta merta, artinya gagasan yang disampaikan tanpa persiapan (spontanitas). Hal ini disampaikan oleh seseorang yang sudah terbiasa dengan keseharian, seperti pejabat atau pemimpin dalam memberikan sambutan dalam acara rapat atau acara seremonial yang lain.
b. Metode Menghafal
Penyajian lisan ini dilakukan dengan menghafal naskah yang sudah disusun. Hal ini disampaikan oleh pemula berpidato. Kelemahan metode ini adalah jika terdapat bagian yang terlupakan akan mengganggu gagasan berikutnya sehingga gagasan yang disampaikan tidak utuh. Oleh karena itu, metode ini hendaknya dihindari terutama di kalangan mahasiswa dan dewasa.
c. Metode Naskah
Penyajian lisan ini dilakukan dengan membaca naskah yang sudah disusun secara sistematis sehingga gagasan yang disampaikan dibaca secara lengkap atau bahkan dapat pula mengembangkan gagasan tertentu dengan ilustrasi atau contoh yang terkait.
d. Metode ekstemporan (catatan singkat)
Penyajian lisan ini dilakukan dengan cara menyiapkan catatan singkat gagasan yang akan disampaikan (pointer) sehingga gagasan (catatan singkat) diungkapkan dengan bahasa lisan sesuai dengan kemampuan seseorang.
Metode tersebut dapat dimanfaatkan oleh seseorang yang akan menyampaikan gagasan secara lisan.


3.3.2 Hakikat Penyajian Lisan
Hakikat menulis naskah pidato adalah menuangkan gagasan ke dalam bentuk bahasa tulis yang siap untuk dilisankan melalui berpidato. Menyunting naskah pidato dilakukan terhadap isi, bahasa, dan penalaran. Menyampaikan pidato berarti melisankan naskah pidato yang telah disiapkan dengan cara menghidupkan suasana dan menciptakan interaksi yang hangat dengan audience.
Penyajian lisan memenuhi kriteria berikut, yaitu isinya sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangung, isinya menggugah, membangun optimism, dan bermanfaat bagi pendengar, isinya tidak menimbulkan pertentangan (sara), isinya benar dan objektif, bahasa yang digunakan mudah dipahami, dan disampaikan secara santun, terbuka, jujur, dan bersahabat.
Langkah yang dilakukan dalam penyajian lisan adalah
a. Pembukaan,
b. pembukaan berisi sapaan kepada pihak-pihak yang hadir,
c. sajian isi,
d. sajian isi berupa penjabaran gagasan pokok sesuai dengan waktu yang disediakan, dan
e. penutup berupa penegasan kembali gagasa pokok yang dijabarkan, harapan, dan ucapan terima kasih.

3.4 Presentasi Lisan
Presentasi lisan dilakukan dalam situasi resmi, seperti seminar atau pelatihan. Presentasi dilakukan dengan memperhatikan langkah berikut, yaitu
a. mempersiapkan materi, artinya memcari bahan atau informasi yang terkait dengan topik yang akan disampaikan;
b. menyampaikan presentasi dengan langkah 1) membuka presentasi dan merebut perhatian, 2) menjelaskan ide-ide yang dituangkan dalam tulisan dengan menggunakan alat bantu visual,
c. menjawab pertanyaan atau menanggapi atau memepertimbangkan masukan/saran, dan
d. mendayagunakan suara dan bahasa tubuh.

3.5 Rangkuman
Membaca kritis untuk menulis dilakukan untuk menpatkan gagasan pokok atau hal yang penting untuk dijadikan sebagai kutipan langsung maupun tidak langsung dalam tulisan atau laporan pembaca. Dalam pengutipan tersebut disebutkan sumber identitasnya (nama penulis buku, tahun : halaman). Hal membaca kritis digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengutip terhadap argumen yang dikemukakan baik dalam pidato atau diskusi.

3.6 Perlatihan
Kerjakan soal berikut dengan cermat!
1. Apakah yang dimaksud dengan membaca kritis?
2. Jelaskan langkah- langkah membaca kritis dan berpidato?
3. Jika Anda akan menyajikan materi dalam pelatihan atau penyuluhan, apa yang harus dipersiapkan? Jelaskan dengan sistematis!
BAB 4
MENULIS AKADEMIK

Kompetensi Dasar
Pada akhir perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa dapat
a. menjelaskan pengertian menulis akademik;
b. menjelaskan tahap-tahap penulisan akademik;
c. membuat tulisan akademik.

4.1 Pengertian
Pengembangan kemahiran menulis akademik tentang bidang studi dengan konteks Indonesia memiliki peran penting dalam pengembangan kepribadian mahasiswa sebagai insan Indonesia yang terpelajar. Terkait dengan keyakinan ini, mahasiswa dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang membantu mereka untuk.mencapai pengalaman yang mantap tentang pengertian tulisan akademik dengan kriterianya, dan ragam tulisan akademik, seperti makalah, artikel, dan laporan. Proses tersebut melibatkan penyusunan, penyuntingan, dan perbaikan.
Menulis akademik (academic wriiting) bukan pekerjaan yang sulit, tetapi juga tidak mudah. Ketika memulai menulis secara ilmiah, setiap penulis tidak perlu menunggu menjadi seorang penulis yang terampil. Belajar teori menulis itu mudah, tetapi untuk mempraktikkannya tidak cukup sekali atau dua kali saja. Frekuensi dan kontinuitas latihan menulis akan menjadikan seseorang terampil dalam bidang tulis-menulis.
Tidak ada waktu yang tidak tepat untuk memulai menulis. Artinya, kapan pun seseorang dapat melakukannya. Ketakutan akan gagal bukanlah penyebab yang harus dipertahankan. Itulah salah satu kiat yang ditawarkan oleh Dayid Nunan (1991). Dia menawarkan konsep pengembangan keterampilan menulis yang meliputi (1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulis, (2) menulis sebagai proses dan menulis sebagai produk, (3) struktur generik wacana tulis, (4) perbedaan antara penulis terampil dan penulis tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan menulis dalam pembelajaran.
Perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulis tampak pada fungsi dan karakteristik yang dimiliki oleh keduanya. Namun, yang patut diperhatikan adalah kedua bahasa itu (lisan dan tulis) harus memiliki fungsi komunikasi. Dari sudut pandang inilah dapat diketahui bagaimana hubungan antara bahasa lisan dan bahasa tulis sehingga dapat diaplikasikan dalam pembelajaran dan perlatihan keterampilan menulis.
Pendekatan lain dalam mcngembangkan keterampilan menulis adalah adanya pandangan tentang menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk. Pendekatan yang berorientasi pada proses lebih memfokuskan pada aktivitas belajar (menulis), sedangkan pendekatan yang berorientasi pada produk lebih memfokuskan pada hasil belajar (tugas akhir). Adapun struktur generik wacana dari masing-masing jenis karangan atau tulisan tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Hanya, pada jenis karangan narasi menunjukkan struktur yang lengkap, yang terdiri atas orientasi, komplikasi, dan resolusi. Hal inilah yang menjadi ciri khas atau karakteristik jenis karangan narasi.
Untuk menambah wawasan tentang menulis, kita perlu mengetahui antara penulis yang terampil dan penulis yang tidak terampil agar dapat mengambil manfaat dari keduanya. Kita dapat mengetahui kesulitan yang dialami oleh penulis pemula (penulis tidak terampil). Salah satu kesulitan yang dihadapinya adalah ia kurang mampu mengantisipasi masalah yang ada pada pembaca. Adapun penulis yang terampil, ia mampu mengatasi masalah tersebut ataupun masalah lainnya. Masalah lain berkenaan dengan proses menulis itu sendiri.
Menulis adalah kegiatan menyusun dan merangkaikan kalimat dengan cermat agar pesan, informasi, dan maksud yang terkandung dalam pikiran, gagasan, dan pendapat penulis dapat disampaikan dengan baik. Untuk itu, setiap kalimat digusun sesuai dengan kaidah gramatika sehingga mampu mcndukung pcngertian baik dalam taraf significance maupun dalam taraf value. Kalimat yang demikian itu diwujudkan di atas kertas dengan menggunakan media visual menurut grafologi tertentu. Penguasaan terhadap sistem grafologi ini, yaitu sistem yang digunakan dalam suatu bahasa merupakan kemampuan prasarana yang harus dikuasai oleh seorang penulis.
Ada tiga tahap proses menulis sebagaimana ditawarkan oleh David Nunan, yaitu (1) tahap prapenulisan, (2) tahap penulisan, dan (3) tahap revisi atau penyempurnaan. Untuk menerapkan ketiga tahap tersebut, dalam pendidikan bahasa, khususnya keterampilan menulis diperlukan keterpaduan antara proses dan produk menulis di dalam kelas. Hal ini amat bergantung pada minat pembelajar dalam menulis, kerja sama antarpembelajar, kesempatan ataupun penetapan model pengajaran dan pembelajaran menulis.
Berdasarkan uraian dan pernyataan tersebut, dapatlah dikatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata (Tarigan, 1983:4). Sehubungan dengan hal ini, keterampilan menulis digunakan untuk mcncatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan atau memberitahukan, dan mempengaruhi sikap pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas ke dalam bentuk atau wujud tulisan. Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan tepat makna dan struktur kalimat.
Bahasa tulis tidak dapat mewujudkan sejumlah aspek bahasa lisan secara sempurna. Walaupun dalam bahasa tulis telah diupayakan berbagai macam tanda baca, seperti tanda tanya, tanda seru, tanda koma,dan tanda titik, yang dapat mewujudkan aspek bahasa lisan, namun bahasa tulis tetap belum dapat mewujudkan keseluruhan aspek bahasa lisan. Tekanan, nada, lagu kalimat sering dinyatakan dalam tulisan (Samsuri, 1987:20).
Di samping kekurangan bahasa tulis, bahasa tulis juga mempunyai kelebihan. Pertama, bentuk grafis kata yang dirangkaikan dalam kalimat secara gramatikal terlihat sebagai sesuatu yang tetap dan stabil. Dibandingkan dengan bunyi, bentuk grafis itu lebih cocok untuk menerangkan kesatuan bahasa sepanjang masa. Walaupun bentuk grafis itu benar¬-benar menciptakan kesatuan yang bersifat fiktif, namun ikatan tulisan yang bersifat dangkal (superficial) itu lebih mudah ditanggap daripada ikatan bahasa yang berupa ikatan bunyi. Sebagian besar orang lebih tertarik kepada kesan visual daripada kesan pandangan, sebab kesan visual lebih tegas dan tahan lama (De Saussure, 1959:25).

Kedua, pemakaian bentuk-bentuk bahasa pada tingkat morfologis, sintaksis, serta semantis dalam bahasa tulis dapat lebih cermat dikontrol oleh penulis, sehingga pemakaian bentuk-bentuk bahasa tersebut sesuai dengan kaidah gramatika. Hal ini dapat dilakukan berkat adanya waktu dan kesempatan untuk membaca kembali kalimat-¬kalimat serta membetulkannya jika terdapat kesalahan atau kekeliruan. Berkat adanya waktu dan kesempatan ini pula penyampaian pesan komunikasi dalam bahasa tulis dapat dilakukan secara lebih sistematis. Hal yang demikian ini berbeda dengan pemakaian bahasa lisan yang lebih bersifat spontan (Syafie, 1984: 45).

4.2 Menulis sebagai Proses Kreatif
Menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat) (Supriadi, 1997). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak ide, gagasan, pendapat, pikiran, perasaan, dan obsesi yang akan dituliskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian, imajinasi, dan kreativitas penulis dalam mengungkapkan gagasan.
Banyak orang menipunyai ide bagus di benaknya sebagai basil dari perenungan. pengamatan, diskusi, penelitian, atau membaca. Akan tetapi, begitu ide tersebut dilaporkan secara tertulis, laporan atau tulisan itu terasa amat kering, kurang menggigit, dan membosankan. Fokus dan arah tulisannya tidak jelas, gaya bahasa yang digunakan (apalagi dalam menulis akadenlik sebagai tuntutan i1muwan) monoton, pilihan katanya (diksi) kurang tepat, dan variasi kata serta kalimatnya kering. Tulisan yang baik dapat diibaratkan sebagai makanan yang bergizi, enak dimakan, danl menyehatkan. Oleh karena itu, seorang penulis dituntut kreatif dalam merumuskan masalah, merencanakan, mengembangkan tulisan, dan mengakhiri tulisan. Untuk itu, diperlukan penguasaan dan kemampuan bahasa tulis sesuai dengan bidang ilmu masing-masing.
Sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kgnitif, penulisan karya i1miah dan penyuntingan laporan tulisan i1miah memuat empat tahap, yaitu (1) tahap persiapan (prapenulisan), (2) tahap inkubasi, (3) tahap i1uminasi, dan (4) tahap verifikasi/evaluasi. Keempat proses kreatif ini kadang-kadang tidak disadari oleh setiap orang yang mengalaminya. Namun, jika dilacak lebih jauh lagi, hampir semua proses menulis (karya ilmiah/akademik, artistik, sosial-budaya, ekonomi, kesehatan, politik, dan lain-lain) melalui keempat tahap ini. Perlu diingat, bahwa proses kreatif tidak identik dengan proses urutan kegiatan, atau langkah-langkah mengembangkan laporan tetapi lebih banyak merupakan proses kognitif atau bernalar.
Tahap pertama dalam proses kreatif adalah ketika seseorang merencanakan, menyiapkan diri, mengumpulkan dan mencari, mengamati, melakukan survai, dan lain-lain yang akan memperkaya masukan kognitifnya untuk diproses pada tahap selanjutnya.
Kedua, inkubasi adalah ketika seseorang memproses informasi yang telah dimilikinya dengan cermat sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah, jalan keluar/solusi yang dicarinya. Proses inkubasi ini analog dengan ayam yang mengerami telurnya sampai telur menetas menjadi anak ayam. Proses ini sering terjadi secara tidak disengaja atau tidak disadari dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar (subconcious), yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran.
Selain itu, proses inkubasi dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-¬tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini seakan-akan dia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang akan dan harus dilakukan. Oleh karena itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami frustrasi karena tidak menemukan pemecahan atau jalan keluar atas masalah yang dipikirkannya. Seakan-akan kita melupakan apa yang ada di dalam benak kita. Kita pergi berjalan-jalan atau berekreasi dengan anggota keluarga kita, melaksanakan kegiatan rutin atau pekerjaan lain, atau hanya duduk termangu saja di kursi malas. Kendatipun demikian, sesungguhnya di bawah sadar kita sedang berlangsung proses pengeraman (inkubasi) yang menanti saatnya untuk segera "menetas" berupa gagasan-gagasan yang siap dituliskan.
Ketiga, iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau ilham, yaitu gagasan datang seakan-akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikriran kita. Pada saat ini, apa yang telah lama kita pikirkan menentukan pemecahan atau jalan keluarnya. Iluminasi tidak mengenal waktu dan tempat. Iluminasi bisa datang ketika kita sedang duduk di kursi, sedang mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau supermarket, sedang makan, sedang mandi, atau sedang salat sekalipun manakala pikiran kita sedang semrawut.
Jika proses iluminasi itu terjadi, sebaiknya gagasan yang muncul secara tiba-tiba dan amat dinantikan itu segera dicatat, jangan dibiarkan berlarut-larut, apalagi sampai hilang kembali, sebhab momentum itu biasanya tidak berlangsung lama. Tentu saja, untuk peristiwa atau kejadian tertentu, kita dapat menuliskannya setelah peristiwa atau kejadian itu selesai dikerjakan.Jangan sampai kctika kita sedang salat, kemudian kita berhenti sejenak hanya untuk menuliskan gagasan tadi, yang pada akhirnya salat kita tidak khusyuk. Agar gagasan tidak menguap begitu saja, seorang penulis yang baik selalu menyediakan alat tulis.
Ada orang yang berpandangan bahwa iluminasi ini dianggap sebagai ilham. Padahal sesungguhnya ia telah lama atau pernah memikirkannya. Secara kognitif apa yang dikatakan tidak lebih dari proses berpikir kreatif. llham tidak datang dari kevakuman, tetapi dari usaha, ikhtiar, dan ada masukan sebeluninva terhadap referensi kognifif seseorang.
Keempat, verifikasi/evaluasi, yaitu apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus laporan/tulisan yang diinginkan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dikembangkan, disempurnakan, dan lain-lain. Mungkin juga ada bagian-bagian yang mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih kata-kata, istilah, konsep-konsep atau kalimat yang lebih sesuai tanpa menghilangkan esensi dari tulisan yang kita kehendaki itu. Jadi, dalam tahap keempat ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu sesuai atau tidak dengan realita sosial, budaya, nilai-nilai, norma-norma, serta aturan-aturan yang berlaku dalam kchidupan masyarakat yang bersangkutan. Di, sini seorang penulis dituntut kepiawaian, kecerdasan, ketelitian, dan kekreatifannya dalam berkarya tulis.

4.3 Langkah-langkah Menulis Akademik I
Proses penulisan memang berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Namun, banyak penulis yang menggambarkan proses penulisan yang mereka lakukan memiliki langkah-langkah yang relatif sama, yaitu (1) merencanakan, (2) menulis, (3) merefIeksikan, dan (4) merevisi.

4.3.1 Merencanakan
Sebagai kegiatan yang bersifat kompleks, menulis membutuhkan perencanaan yang memadai. Dalam proses perencanaan, kegiatan-kegiatan berikut sangat penting diperhatikan oleh setiap penulis.
a. Mengumpulkan bahan
Hampir seinua penulis mengumpulkan segala sesuatu yang diperlukan berupa data, informasi, bacaan sebelum memulai menulis. Tahap seperti inilah yang pada hakikatnya sebagai tahap pengumpulan bahan untuk menulis. Sebagaimana orang yang akan mendirikan sebuah gedung, ia harus menyiapkan bahan-bahan dan alat-alat untuk membangun gedung itu secukupnya.
b. Menentukan tujuan dan bentuk
Dalam penulisan ilmiah, tujuan dan bentuk yang dipilih sering ditentukan oleh situasi. Misalnya, dalam membuat laporan penelitian, format dan tujuan laporan mungkin sudah ditentukan oleh sponsor atau pemberi dana penelitian. Segala usaha lain untuk memperluas tujuan yang telah ditentukan itu pada umumnya cukup bermanfaat. Menyisihkan waktu untuk menentukan bentuk karangan/tulisan ilmiah yang tepat, bahkan mempelajari tulisan yang sama yang ditulis oleh orang lain atau lembaga lain dapat menghemat waktu dan tenaga yang cukup besar dalam mengerjakan suatu laporan penelitian bahkan sampai mempublikasikannya.
c. Menentukan pembaca
Pembaca yang berbeda akan memerlukan bacaan yang berbeda pula. Oleh karena itu, penulis perlu mengetahui keadaan pembaca sebaik-baiknya. Apakah pembaca tulisan kita nanti itu memiliki pengetahuan cukup banyak atau sedikit tentang bidang yang kita tulis, dan apa yang diharapkan/diinginkan pembaca dari informasi yang disampaikan oleh penulis. Penulis perlu mengetahui apa yang diinginkan, yang diperlukan, atau yang diharapkan oleh pembaca.

4.3.2 Menulis
Bagi kebanyakan penulis yang sudah profesional, biasanya situasi memaksa mereka untuk menulis sebelum benar-benar siap. Penulis yang belum berpengalaman sering kurang tepat dalam memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mengembangkan ide menjadi kata-kata tidak diperhitungkan. Dalam penulisan ilmiah, karena kompleksnya isi dan adanya batas waktu yang sudah pasti, lebih baik mulai menulis seawal mungkin, lebih-lebih penulis sudah mempersiapkan bahan sebagai bahan dasar penulisan dan paling akhir sedikit menyusun draf untuk mencapai hasil akhir.

4.3.3 Merefleksikan
Teknik yang sering digunakan oleh penulis sebelum merangkum karangannya, mereka merefleksikan apa yang sudah ditulis. Kesempatan ini memungkinkan penulis memperoleh perspektif yang segar tentang kata-kata yang pada mulanya tampak sangat betul, tetapi kemudian terasa salah.
Penulis perlu bertanya kepada diri sendiri dengan pertanyaan, misalnya, apakah tulisan yang dihasilkan benar-benar memenuhi tujuannya? Apakah tulisan tersebut cocok dengan pembacanya? Apakah tulisan tersebut sudah menginformasikan pcsan secara cermat? Pertanyaan-pertanyaan terscbut dapat dijawab dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan pertimbangan-pertimbangan selihigga diperoleh jawaban dan perspcktif yang lebih baik,

4.3.4 Merevisi
Mengerjakan revisi merupakan langkah .yang sangat penting untuk menghasilkan tulisan yang baik. Akan tetapi, hal ini sering kurang mendapatkan perhatian dibandingkan dengan langkah-langkah yang lain. Revisi, perbaikan, dan penyempurnaan tulisan yang dilaksanakan secara berhati-hati dan seksama dapat menghasilkan tulisan yang jelas, terarah, terfokus, dan sesuai dengan keinginan penulis dan pembaca. Penulis perlu mencoba merasakan masalah yang mungkin muncul dan menuntut perbaikan dari diri penulisnya sendiri sehingga tulisan yang dihasilkan menjadi lebih baik dan layak baca.
Penulis perlu meneliti secara cermat, apakah bukti-bukti yang disampaikan mendukung pernyataan-pernyataan yang diutarakan dan seberapa banyak waktu yang harus digunakan oleh pembaca untuk memahaminya? Segala sesuatu yang diperkirakan menimbulkan salah paham agar dihindari dan dihilangkan dari suatu tulisan ilmiah.
Tulisan ilmiah selalu membawa nama penulisnya. Oleh karena itu, penulis sebaiknya tidak terlalu cepat puas dengan apa yang pernah ditulisnya. Upayakan, jangan sampai para pembaca tidak dapat memahaminya, atau salah interpretasi serta menafsirkan tulisannya karena tidak jelas arah, fokus, dan tujuannya.

4.4 Menulis Makalah
Dalam konteks perkuliahan, seminar, simposium, dan kehidupan ilmiah lainnya, seseorang sering diminta pandangannya atau dituntut untuk menunjukkan kinerja akademiknya melalui sebuah paparan yang berkaitan dengan keahliannya. Agar paparan itu memberikan dampak yang luas, penyaji diminta menulis.makalah (kertas kerja) atau laporan singkat.
Anda hendaknya memiliki kemampuan menyiapkan dan menyajikan makalah/laporan siongkat/artikel sejak dini agar pihak lain mengetahui bahwa dirinya memiliki kemampuan dan keahliann tertentu. Sebelum seseorang bekerja atau melanjutkan studi, pihak perusahaan atau lembaga lazim meminta kepadanya untuk melampirkan karya terbaiknya atau memaparkan keahliannya di depan sekelompok orang. Bagaimana mungkin orang lain mengetahui bahwa seseorang itu ahli, jika dia tidak mampu menunjukkan keahliannya, baik secara tertulis maupun lisan. Di sinilah letak urgensi keterampilan menulis makalah.
Menulis makalah merupakan tahapan lanjutan dari kegiatan menulis artikel ilmiah. Jika seseorang telah terbiasa menulis artikel atau karangan nonfiksi lainnya dalam bentuk sederhana, maka dia tidak akan menjumpai kesulitan berarti dalam menyusun bahasan yang lebili lua seperti makalah.





4.4.1 Pengertian Makalah
Makalah adalah karya tulis ilmiah mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup suatu perkulihan atau yang berkaitan dengan suatu acara seminar, simposium, atau kegiatan ilmiah lainnya.
Makalah, sering juga disebut paper (kertas kerja) ialah jenis karya tulis yang memerlukan studi baik secara langsung, misalnya, melalui observasi lapangan ataupun secara tidak langsung (studi kepustakaan) (Parcra, 1982:, 25). Makalah ilmiah dapat dibaca dan dibahas dalam pertemuan ilmiah (lokakarya, seminar, simposium, konferensi, konvensi, dan kegiatan ilmiah lainnya). Makalah ditulis untuk bcrbagai fungsi, di antaranya untuk memenuhi tugas yang dipersyaratkan dalam mata kuliah tertentu., berfungsi menjelaskan suatu kebijakan dan berfungsi menginformasikan suatu temuan.
Makalah menilliki karateristik berikut, yaitu:
a. merupakan hasil kajian literatur dan atau laporan pelaksanaan suatu kegiatan lapangan yang sesuai dengan cakupan permasalahan suatu perkuliahan;
b. mendemonstrasikan penilaian mahasiswa tentang permasalahan teoritik yang dikaji atau kemampuan mahasiswa dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip, atau teori yang berhubungan dengan perkuliahan;
c. menunjukkan kemampuan terhadap isi dari berbagai sumber yang digunakan;
d. mendemonstrasikan kemampuan meramu berbagai sumber informas dalam satu kesatuan sintesis yang utuh.

4.4.2 Jenis Makalah
Secara umum dikenal dua jenis makalah, yaitu makalah biasa (common paper) dan makalah posisi (position paper). Makalah biasa dibuat seorang mahasiswa untuk menunjukkan pemahamannya terhadap permasalahan yang dibahas. Dalam makalah ini secara deskriptif, dikemukakan berbagai pandangan tentang masalah yang dikaji.

Makalah biasa juga dapat ditulis seseorang untuk mendeskripsikan suatu kebijakan, gagasannya kepada khalayak. Sebagai contoh, seorang aktivis dapat mengemukakan gagasannya tentang metode pengolahan sampah atau seorang pejabat memaparkan tentang kebijakannya dalam meningkatkan kualitas pendidikan dasar di daerahnya.
Dalam makalah posisi, mahasiswa dituntut untuk menunjukkan posisi teoretisnya dalam suatu kajian. Untuk makalah jenis ini, tidak hanya diminta menunjukkan untuk penguasaan mengenai suatu teori atau pandangan tertentu, tetapi juga dipersyaratkan menunjukkan di pihak mana dia berdiri beserta alasannya yang didukung oleh teori-teori atau data yang relevan. Untuk dapat membuat makalah posisi, Anda tidak hanya dituntut untuk mempelajari sumber tentang pandangan tertentu, tetapi berbagai sumber atau aliran yang pandangannya berbeda-beda dan bahkan mungkin sangat bertentangan. Dari bahasan tersebut mungkin saja mahasiswa memihak salah satu aliran, tetapi mungkin pula dia membuat suatu sintesis dari berbagai pendapat yang ada. Jadi, kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi sangat diperlukan untuk membuat makalah posisi.

Pada umumnya, makalah biasa diwajibkan kepada mahasiswa D3 atau D4/S-1, sedangkan makalah posisi diwajibkan kepada mahasiswa pascasarjana. Di samping itu, makalah posisi juga ditulis untuk didiskusikan dalam sebuah forum seminar yang menyoroti gagasan, kebijakan, atau temuan seseorang.

4.4.3 Sistematika Makalah
Makalah biasanya disusun dengan sistematika berikut, yaitu (1) judul, (2) abstrak, (3) pendahuluan, (4) isi dan pembahasan, (5) simpulan, dan (6) daftar pustaka. Makalah ilmiah yang sering disusun oleh mahasiswa disebut dengan istilah term paper, biasanya disingkat paper. Paper ini merupakan jenis tugas tertulis dalam suatu mata kuliah, berupa hasil pembahasan buku atau tulisan tentang isu-isu atau suatu permasalahan yang sedang aktual di masyarakat.
a. Judul
Judul dapat dipandang sebagai tanda pengenal karangan dan sekaligus juga kunci utama untuk mengetahui isi karangan. Oleh karena itu, judul harus dapat mencerminkan seluruh isi karangan dan dapat menunjukkan fokus serta permasalahan pokok karangan. Judul juga harus disusun secara singkat, artinya judul tidak boleh disajikan dalam bentuk kalimat atau frasa yang panjang tetapi cukup dalam bentuk ungkapan yang singkat dan padat(dalam artikel ilmiah tidak lebih dari 14 kata). Jika tidak dapat dihindari judul yang panjang, Keraf (1984: 129) menyarankan untuk membuat judul utama yang singkat kemudian diberi judul tambahan yang panjang. Judul yang terlalu panjang juga dapat dipecah menjadi judul utama dan anak judul.
b. Abstrak
Abstrak atau ringkasan biasanya berisi intisari keseluruhan tulisan, ditulis secara naratif, dan diketik satu spasi serta paling banyak tiga paragraf atau sekitar 150-200 kata. Abstrak memuat latar belakang masalah, tujuan, metode, dan hasil (simpulan) yang ditulis secara padat (artikel ilmiah satu paragraph).
c. Pendahuluan
Bagian pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan yang disusun dalam alur pikir yang logis, yang menunjukkan kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang diharapkan(das sollen dan das sein).
Permasalahan merupakan kesulitan yang ingin dipecah¬kan atau suatu kenyataan yang tidak sesuai de¬ngan keinginan. Permasalahan dalam suatu makalah perlu mengikuti kriteria berikut.
1) Apakah masalah tersebut berguna untuk dipecah¬kan?
2) Apakah penulis memiliki kemampuan untuk memecahkan?
3) Apakah permasalahan tersebut menarik untuk dipecahkan?
4) Apakah permasalahan tersebut memberikan sesuatu yang baru apabila dipecahkan?
5) Untuk memecahkan permasalahan tersebut apakah cukup data yang tersedia?
d. Pembahasan
Bagian ini merupakan inti makalah. Pada bagian ini hendaknya dikemukakan deskripsi tentang subjek studi, analisis permasalahan, dan solusi pemecahannya. Pada bagian ini aspek-aspek yang dipersoalkan pada bagian pendahuluan dikaji dan dianalisis satu demi satu, sehingga masalah yang dipersoalkan itu menjadi jelas kedudukannya dan pemecahannya. Untuk memperkuat daya analisnya, penulis hendaknya menggunakan teori, data, atau pandangan ahli.
e. Simpulan
Secara umum, kesimpulan berisi hasil dari seluruh pembahasan dan setidak-tidaknya berisi jawaban atas semua permasalahan yang dikemukakan dalam pendahuluan.
f. Daftar pustaka
Bagian ini memuat pustaka atau rujukan yang diacu dalam makalah. Rujukan ini disusun ke bawah menurut abjad nama akhir penulis pertama. Buku dan majalah tidak dibedakan, kecuali penyusunannya dari kiri ke kanan. Untuk buku, teknik penulisan daftar pustaka sebagai berikut: nama penulis, tahun terbit, judut buku, jilid (jika ada), terbitan ke-, nama kota, dan nama penerbitnya.
Contoh:
Rifai, Mien A. (1997). Pegangan Gaya Penulisan, Penyunfingan dan Nnerbilan Karya 11miah Indonesia. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sebelum menulis makalah, sebaiknya dibuat jejaring ide. Inti kegiatan ini ialah mengidentifikasi ide-ide pokok dan ide-ide penunjangnya. Jejaring ide bukan hanya berguna bagi penulis, tetapi juga bagi pembaca. Melalui jejaring ide, pembaca dapat mengikuti jalan pikiran penulis sehingga dapat menilai tulisan secara kritis. Alwasilah (2005: 96) mengemukakan beberapa langkah membuat jejaring ide berikut, yaitu:
a. menyiapkan kertas dan alat tulis;
b. memikirkan ide-ide pokok yang paling penting untuk ditulis;
c. membatasi maksimal lima ide pokok;
d. menulis ide pokok itu sesingkat mungkin dalam lingkaran-lingkaran;
e. menghubungkan lingkaran-lingkaran itu dengan garis searah atau dua arah sesuai dengan pemikiran Anda.
f. menggunakan pula garis patah-patah untuk menunjukkan hubungan tidak langsung;
g. menarasikan hubungan antara berbagai lingkaran itu.

2.5 Rangkuman
Menulis akademik merupakan proses menulis yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu. Menulis ini dapat berupa tugas akhir, laporan PKL, Kerja Proyek, makalah, atau skripsi. Menulis akademik yang baik memperhatikan tahap penulisan berikut, yaitu tahap perencanaan, penulisan, perefleksian, dan perevisian dengan tata tulis yang cermat.

2.6 Perlatihan
Kerjalan soal berikut!
1. Jelaskan pengertian menulis akademik!
2. Buatlah makalah yang sesuai dengan bidang Saudara!

4. PENYAJIAN ILUSTRASI
Kompetensi Dasar
Pada akhir perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa dapat
a. menjelaskan menjelaskan pengertian ilustrasi;
b. menjelskan kriteria ilustrasi yang baik;
c. membuat ilustrasi yang baik dalam laporan proyek.

4.1 Pengertian
Ilustrasi banyak digunakan dalam berbagai laporan. Ilustrasi dapat disajikan dengan tabel, grafik, denah, peta, bagan, atau potret. Penyajian ilustrasi ini akan dapat memperjelas uraian yang dikemukakan dalam laporan. Ilustrasi tersebut akan dapat mendukung uraian dengan kongkret dan jelas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:325) ilustrasi berarti gambar (potret, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku. Gambar tersebut dapat berupa potret, tabel, bagan, peta, denah, grafik, atau jenis gambar lain. Gambar yang disajikan sangat berkaitan dengan sebelum atau sesudah teks. Dengan demikian, penyajian ilustrasi dapat mencerminkan gambaran yang kongkret atas gagasan yang dimaksud penulis.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa ilustrasi adalah suatu gambar yang dapat memperjelas isi laporan sehingga lebih kongkret dan menarik.
Ilustrasi menyangkut penyajian gambar yang dapat memperjelas isi laporan. Artinya, ilustrasi ini menekankan penyajian gambar dalam tugas akhir. Ilustrasi tersebut sering digunakan dalam mendeskripsi data. Misalnya,

1.1 Analisis Kebijaksanaan
Langkah kebijaksanaan adalah satu mata rantai dari satu siklus yang saling berkaitan dan tidak ada titik akhirnya.











Gambar 1. Analisis kebijaksanaan dalam masa perencanaan dan masa konstruksi

Pengembangan kebijaksanaan ini (Gambar 1) berjalan terus sebagai satu jembatan yang memperdekat jarak antara das sollen dan das sein, antara apa yang seharusnya dan apa faktanya.
Langkah ini dipilih didasarkan pada satu pertimbangan yang akan dapat mengatasi berbagai permasalahan untuk mencapai sasaran yang diharapkan, yaitu sasaran memperoleh satu produk akhir yang sebaik mungkin. Siklus di dalam mencari kebijaksanaan terbaik ini merupakan satu analisis kebijaksanaan yang selalu dimulai dengan
a. pendataan dan informasi,
b. sistem administrasi yang baik,
c. perumusan permasalahan,
d. penataan masalah,
e. studi alternatif dilihat dari berbagai kriteria, yaitu ilmu murni, politis, profesional, legal, khusus, dan lain-lain.
Analisis kebijaksanaan ini diakhiri dengan rekomendasi kebijaksanaan atas alternatif yang paling menguntungkan dengan modifikasi yang diperlukan.
Ilustrasi disajikan dalam bentuk tabel, gambar, grafik, denah, peta, potret, atau diagram, yang berfungsi untuk mendukung uraian tersebut. Uraian tersebut memperjelas maksud komponen data yang terdapat dalam gambar yang disajikan. Selain itu, pernyataan hubungan antara teks dan gambar ditulis secara eksplisit.
Judul gambar (seperti bagan, grafik, peta, dan foto), ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf awal setiap kata yang bukan kata tugas dan diletakkan simetris di bawah gambar dan tidak diakhiri dengan titik. Ukuran gambar (lebar dan tinggi) diusahakan layak baca, khusus skala pada grafik harus dibuat agar mudah dipakai untuk mengadakan interpolasi atau eksplorasi. Letak gambar diatur supaya simetris. Bahkan, adakalanya terdapat penyajian gambar tanpa teks, seperti contoh berikut.
3.2.2 Data Hasil Pengujian
Tabel 5.1 Pengujian Alat Berdasarkan Jarak Pancar
Jarak (m) Diterima / Tidak Diterima Letak, Pancar dan Penerima
1 Diterima Lab TKB
3 Diterima
_ Lab TKB
6 Diterima
Lab TKB
9 Diterima
Beda Ruangan Lab TKB dan TKO
12 Diterima Lab TKT
15 Diterima Beda Ruangan(LabTKB dengan ruang foto kopi EE)
18 Diterima Beda Ruangan(LabTKBdan Gedung ,S13)
21 Diterima Tempat Parkir
24

27 Diterima
_ Tempat Parkir
Diterima Tempat Parkir
30 Diterima Tempat Parkir

Tabel tersebut perlu dilengkapi dengan penjelasan atau penafsiran yang didasarkan data-data empiris tersebut sehingga tabel itu benar-benar berfungsi memperjelas isi laporan atau teks. Agar menjadi sebuah ilustrasi yang baik, penyajiannya perlu dilakukan dengan cara berikut, yaitu menambahkan pernyataan yang berkaitan dengan data-data tersebut. Misalnya,

3.2.2 Data Hasil Pengujian
Pengujian alat berdasarkan jarak pancar antara pemancar dan penerima dapat diperlihatkan dalam Tabel 5.1. Berdasarkan data hasil pengujian tersebut disimpulkan bahwa rugi jalur transmisi pada sistem gelombang mikro 2,4 GHz dipengaruhi oleh beda ruang dan jarak. Letak antara pemancar dan penerima jauh, maka daya rugi jalur. Semakin banyak penghalang transmisinya, maka daya rugi jalur semakin besar.

Tabel 5.1 Pengujian Alat Berdasarkan Jarak Pancar

Jarak (m) Diterima / Tidak Diterima Letak Pemancar dan
Penerima
1 Diterima Lab TKB
3 Diterima
_ Lab TKB
6 Diterima
Lab TKB
9 Diterima
Beda Ruangan Lab TKB dan TKO
12 Diterima Lab TKT
15 Diterima Beda Ruangan(LabTKB dengan ruang fotokopi EE)
18 Diterima Beda Ruangan(LabTKBdan Gedung , S 13)
21 Diterima Tempat Parkir
24

27 Diterima
_ Tempat Parkir
Diterima Tempat Parkir
30 Diterima Tempat Parkir

Judul tabel diletakkan di atas tabel ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf awal setiap kata yang bukan kata tugas (seperti yang, dan, atau dari) dan tidak diakhiri dengan titik. Nomor ditulis di depan judul dengan angka Arab, di bawah tabel disebutkan sumber data misalnya (Arifin,2000:33) bila berupa kutipan, sedangkan sumber langsung dari hasil perancangan atau pengujian sumber data tidak perlu dicantumkan. Kalau tabel (berupa daftar) yang lebih dari dua halaman atau yang harus dilipat ditempatkan pada lampiran.
Sebenarnya, dalam penyajian ilustrasi lebih diutamakan penjelasan data hasil pengujian atau penafsirannya sehingga dapat disimpulkan berdasarkan data-data tersebut. Hal ini dikarenakan gambar berfungsi memperjelas teks sehingga ilustrasi menjadi lebih kongkret. Jadi, pernyataan yang bersifat argumentatif dari data empiris itulah yang dapat mencerminkan ilustrasi yang baik.
Dalam tugas akhir dapat digunakan ilustrasi sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, ilustrasi harus digunakan dengan cermat sehingga lebih memberikan gambaran yang lebih kongkret. Hal ini dikarenakan ilustrasi merupakan gambar atau lukisan yang langsung mendukung isi laporan. Ilustrasi bukan merupakan tempelan (mozaik) gambar yang bersifat menarik, melainkan suatu bentuk gambar atau lukisan yang mempunyai hubungan dengan isinya. Dengan kata lain, ilustrasi merupakan bagian yang utuh dari keseluruhan isi laporan.
Berdasarkan paparan penyajian ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa gambar yang disajikan harus utuh sebagai wacana. Artinya, gambar harus memperjelas isi laporan (teks) atau teks yang diperjelas dengan gambar sehingga penyajian ilustrasi lebih jelas dan kongkret. Hubungan teks dan gambar perlu disajikan secara eksplisit dengan penambahan keterangan penunjukan gambar.

4.2 Tujuan Penyajian Ilustrasi
Penyajian ilustrasi dimaksudkan memperjelas informasi yang disampaikan oleh penulis. Secara umum penyajian ilustrasi bertujuan
a. menunjukkan detail data yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata;
b. menerangkan komponen data dalam suatu bentuk yang singkat dan padat;
c. menjelaskan isi laporan menjadi lebih kongkret dan jelas.
Ilustrasi digunakan sesuai dengan kebutuhan dan harus diungkapkan secara cermat agar lebih menggambarkan yang lebih kongkret. Hal ini disebabkan gambar itu mendukung secara langsung terhadap teks dalam laporan. Dengan demikian, ilustrasi bukan merupakan tempelan (mozaik) gambar yang bersifat menarik, melainkan gambar yang mempunyai hubungan dengan isinya. Oleh karena itu, ilustrasi merupakan bagian utuh dari keseluruhan isi laporan.

4.3 Bentuk Ilustrasi
Pada umnumnya ilustrasi terdiri dari bentuk-bentuk berikut, yaitu:
a. grafik;
b. tabel;
c. potret;
d. bagan;
e. peta;
f. denah;
g. gambar yang tidak standar.
Gambar-gambar itu dapat memperjelas uraian yang diungkapkan sehingga pembaca dapat memiliki gambaran yang tepat.

4.4 Ciri-ciri Ilustrasi
Ilustrasi yang baik harus mencerminkan detail isi laporan. Misalnya, bila hasil pengolahan data berupa statistik yang akan diuraiakan, maka data-data perlu disampaikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut menampilkan berbagai data yang tersusun dengan sistematis sehingga terlihat komponen data dengan jelas. Dengan demikian, tabel ini akan mendukung uraian data statistik tersebut.
Untuk memenuhi ilustrasi yang baik,perlu diperhatikan hal-hal berikut.
a. Ilustrasi harus berguna, artinya dapat mendukung atau memperkuat isi laporan.
b. Pengungkapan ilustrasi harus tepat, artinya menentukan bentuk ilustrasi seuai dengan kebutuhan isi laporan.
c. Pengungkapan ilustrasi disesuaikan dengan keserasian, artinya besar kecilnya atau tata letak ilustrasi disesuaikan dengan ruang yang tersedia dalam isi laporan.
d. Ilustrasi hendaknya mudah diingat dan dipahami.
Perencanaan penyajian ilustrasi benar-benar memperhatikan pertimbangan tersebut agar dihasilkan ilustrasi yang efektif.
Ciri-ciri ilustrasi yang baik adalah sebagai berikut.
a. Informasi gambar ijelas.
b. Gambar harus dinarasikan sehingga maksud gambar kongkret.
c. Adanya judul utama (gambar) beserta nomor urut gambar (jika lebih dari satu).
d. Adanya hubungan antara gambar dan teks yang berupa kalimat penghubung.
Untuk menghasilkan ilustrasi yang baik dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut, yaitu:
a. menentukan judul utama dan judul kolom atau judul lajur (jika perlu);
b. menetapkan bentuk ilustrasi dengan tepat;
c. menyajikan data dengan benar dan jelas ;
d. menghubungkan gambar dan teks;
e. menggunakan garis-garis yang tegas dan tidak berlebihan.
Ilustrasi merupkan gambar yang dapat memperjelas isi laporan berupa grafik, tabel, peta, bagan, denah, atau potret. Ilustrasi hendaknya mendukung isi laporan secara langsung. Hal ini bertujuan menggambarkan detail data yang terangkum dalam gambar agar lebih memperkuat isi lapioran.
Ditinjau dari segi wacana, jelaslah bahwa penyajian ilustrasi yang tidak lengkap tersebut belum mencerminkan sebuah laporan yang baik, karena informasi yang terkandung dalam gambar, misalnya data hasil pengujian atau perhitungan, belum dideskripsi dalam tugas akhir sehingga informasi lengkap mengenai hal itu tidak tersampaikan kepada pembaca. Oleh karena itu, ilustrasi harus disajikan secara utuh dan lengkap sebagai wacana, yaitu adanya pernyataan-pernyataan yang menjelaskan data hasil pengujian atau perhitungan yang terdapat dalam gambar. Selain itu, penyajian ilustrasi didukung dengan adanya hubungan eksplisit antara teks dan gambar.
Untuk menghubungkan teks dan gambar secara eksplisit dapat dilakukan dengan menyebutkan penyataan penghubung seperti berikut (cetak tebal).
a. Tipe alkali komposisi larutan sdan kondisi operasi dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
b. Gambar 4.2 di atas menunjukkan hubungan ....
c. Langkah-langkah pengoperasian alat tersebut dapat dilihat dalam diagram alir berikut.
d. Model pemotong pelat dan stempel menggunakan siustem peneumatik dengan tiga silinder (Gambar 2.2).



Penyajian ilustrasi harus ditulis utuh dan lengkap, yaitu ditunjukkan dengan adanya teks yang diperjelas dengan gambar atau gambar yang diikuti dengan penjelasan atau penafsiran berdasarkan data-data yang tertuang dalam gambar. Di samping itu, agar hubunganya eksplisit diberikan pernyataan penghubung sehingga teks dan gambar menjadi satu kesatuan wacana (tidak berdiri sendiri).

4.5 Rangkuman
Ilustrasi adalah suatu gambar yang dapat memperjelas isi laporan sehingga lebih kongkret dan menarik. Gambar ini dapat berupa table, grafik, potret, peta, dan sebagainya. Ilustrasi disajikan dengan baik bila memenuhi ciri berikut, yaitu gambar yang jelas, adanya judul utama (gambar) beserta nomor urut gambar (jika lebih dari satu), dan adanya hubungan antara gambar dan teks yang berupa pernyataan penghubung.

4.6 Perlatihan
Kerjakan soal berikut!
1. Sebutkan ciri penyajian ilustrasi yang baik!
2. Tunjukkan contoh penyajian ilustrasi yang salah dan yang baik!
3. Buatlah ilustrasi yang baik sesuai dengan bidang Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar